Bojonegoro, Lingkaralam.com – Undang-undang nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, pada pasal 22 menyebutkan. Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Monopoli ataupun kecurangan tender lelang program Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) adalah praktik ilegal di mana pihak-pihak yang bersaing berkolusi untuk menentukan pemenang suatu proses tender dengan mengelabuhi melalui evaluasi administrasi.
Kecurangan tender lelang BKKD adalah bentuk kolusi anti persaingan usaha dan merupakan tindakan manipulasi. Ketika pengusaha sudah ditentukan oleh kepala desa bahkan penawar pun sudah berkoordinasi, hal itu merusak proses tender dan dapat mengakibatkan gratifikasi dan suap. Salah satu praktik pengaturan lelang program BKKD yang paling umum terjadi saat memutuskan terlebih dahulu siapa yang akan memenangkan proses lelang.
Dalam praktiknya kongkalikong, Kepala Desa mendatangkan beberapa CV atau perusahaan, namun sebelumnya sudah ditentukan siapa pemenang lelang. Bahkan pihak CV pun sudah menjanjikan prosentase dari pagu program BKKD yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro.
“Perusahaan dapat memutuskan untuk tidak ikut tender sama sekali, atau perusahaan dapat dengan sengaja mengajukan penawaran yang tidak kompetitif sebagai cara untuk memanipulasi hasil dan memastikan bahwa penawar yang telah ditentukan sebelumnya menang. Sebuah indikasi yang memang sengaja ‘dipersiapkan’ untuk memenangkan perusahaan tertentu.
Lalu bagaimana dengan proses lelang yang banyak sudah ditentukan dari kades penawar yang lain hanya adminitrasi saja .
Hal ini tentunya makin mengindikasikan adanya dugaan kongkalikong atau kecurangan dalam proses lelang…Wallahu a’lam bishawab.(Bersambung).