Tuban, Lingkaralam.com – Pelaksanaan proyek negara yang menggunakan material dari hasil penambangan ilegal merupakan perbuatan pidana. Kontraktor yang mengambil material dari tambang ilegal sama halnya mengambil barang curian.
Dalam realisasi pelaksanaan proyek Pembangunan tersebar di wilayah Kabupaten Tuban diduga menggunakan dan memanfaatkan material batu dari tambang ilegal. Leading sector Proyek APBD Tuban 2024 ini adalah Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman (DPUPR PRKP) Tuban.
Diketahui, kontraktor proyek dapat dipidana kurungan penjara selama 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 Miliyar jika terbukti memasok ataupun menggunakan material dari tambangan ilegal. Hal ini termaktub dalam Pasal 161 Undang-Undang nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan UU nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Sinopsis dari aturan tersebut kurang lebih menyebutkan, bahwa setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan Pengolahan dan atau Pemurnian, Pengembangan dan atau Pemanfaatan, Pengangkutan, Penjualan Mineral dan atau Batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf c dan huruf g, Pasal 104, atau Pasal 105 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliyar.
Proyek negara bersifat collective collegial, penyedia anggaran, pengguna anggaran ataupun pengawas harus bersinergi dan bertanggung jawab terhadap realisasi pelaksanaan proyek negara. hingga saat ini belum ada publikasi Pemerintah daerah maupun aparat penegak hukum (APH), ihwal matrial jenis batu dari tambang ilegal.
Kinerja DPU Tuban dan konsultan pengawas juga bisa menjadi faktor penyebab terjadinya proyek bermasalah. Baik itu potensi permasalahan hukum maupun temuan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga negara yang bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945.
Tanggungjawab semua komponen yang terlibat dalam kegiatan proyek negara telah diatur dalam kontrak yang berlandaskan Undang-undang. Pengguna jasa atau dalam hal ini pemerintah yang diwakili oleh PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) maupun penyedia jasa, diantaranya kontraktor maupun konsultan mempunyai tanggungjawab penuh terhadap semua yang termaktub dalam kontrak.
Pemenang lelang proyek di bawah 1% merupakan hal yang banyak dijumpai dalam pelaksanaan lelang di Tuban. Namun minimnya prosentase pemenang lelang tidak menjamin pelaksanaan proyek akan dilakukan sesuai amanah kontrak maupun implementasi prinsip-prinsip Perpres Nomor 12 tahun 2021 tentang Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Pemerintah.
Timbul pertanyaan, di mana andil konsultan pengawas sebagaimana yang telah disepakati dalam kontrak kerja?
Wawancara dengan beberapa kontraktor ihwal keberadaan konsultan pengawas dalam PBJ Tuban akan kita urai di episode selanjutnya. (Bersambung).
Oleh : M. Zainuddin