Bojonegoro, Lingkaralam.com – Realitiskah nilai Rp 755 ribu yang dibebankan warga Desa Purworejo, Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2024? Pertanyaan tersebut sering menjadi topik bahasan di kedai kopi Desa Purworejo dan sekitarnya akhir-akhir ini maupun masyarakat Bojonegoro secara umum.
Seperti diketahui, pembiayaan persiapan PTSL telah ada dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 menteri. Biaya paling rendah yang dapat dibebankan ke warga pemohon PTSL kisaran antara Rp 150 ribu hingga Rp 450 ribu. Untuk wilayah Jawa dan Bali sebesar Rp 150.000. Sementara biaya paling tinggi ada di wilayah Papua, sekitar Rp 450.000.
Biaya-biaya tersebut digunakan untuk penyiapan dokumen, pengadaan patok, dan operasional petugas kelurahan atau desa. Tentunya biaya yang telah ditentukan melalui keputusan 3 menteri ini sudah melalui kajian dan perhitungan.
Ketentuan SKB 3 menteri diantaranya Kementerian ATR/BPN, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa, juga mengatur berbagai aspek terkait dengan program PTSL, termasuk kriteria dan prosedur untuk pengajuan sertifikat tanah hingga mekanisme untuk penyelesaian sengketa tanah. Ketentuan ini dirancang untuk memastikan bahwa proses sertifikasi tanah berjalan dengan lancar dan adil bagi semua pihak
SKB 3 menteri di antaranya meliputi Pembiayaan Persiapan Pendaftaran Tanah Sistematis juga ada surat keputusan bersama yang di putuskan oleh Kementerian ATR/BPN, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa.
Menanggapi adanya pungutan Rp 755 ribu yang dibebankan panitia PTSL Desa Purworejo ke warga pemohon, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bojonegoro Andreas Rochyadi memberikan perspektifnya.
“SKB menteri dipergunakan hanya untuk 3 patok dan 1 materai. Namun materai yang ditentukan waktu berlakunya SKB 3 menteri saat itu masih Rp 6 ribu rupiah, ” kata Andreas Rochyadi, Sabtu (6/6/2024).
Ihwal nominal Rp 755 ribu apakah masih termasuk nominal yang realistis menurut BPN? Serta apakah nominal yang ditetapkan SKB 3 menteri bukanlah sebuah panduan dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB) pelaksanaan program PTSL? Andreas Rochyadi memberikan gambaran.
“Kebutuhan tidak hanya patok dan materai. Seperti halnya tenaga juga mungkin diperhitungkan. Semua kebutuhan yang mengetahui panita desa, ” katanya.
“Seperti yang saya sampaikan tadi, SKB hanya untuk patok 3 buah dan materai. Sementara kebutuhan patok masing-masing bidang tidak sama dan lebih dari 3. Itu belum kebutuhan peralatan pendukung seperti komputer dan kuota internet belum ada dalam SKB. Tentunya masih banyak lagi kebutuhan yang harus dipersiapkan oleh desa. Itulah menjadikan lebih biaya yang ditimbulkan dari SKB, ” kata Andreas.
Namun dirinya menjelaskan, ihwal biaya yang dibebankan dalam biaya persiapan program PTSL bukan kewenangan BPN.
“Terkait jumlah dan jenis pungutan bukan kapsitas saya menilai, ” kata Andreas Rochyadi.
Seperti diketahui, biaya persiapan program PTSL di masyarakat masih menjadi fenomena abstark yang hingga kini masih belum tampak ujung pangkalnya. Namun di beberapa daerah lainnya, BPN telah tegas menetapkan pembiayaan yang dibebankan ke masyarakat dalam program PTSL harus sesuai dengan biaya ketetapan SKB 3 menteri.(Bersambung).