Lingkaralam.com, Bojonegoro – Angka perkara perceraian yang ditangani Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, tahun ini masih tinggi.
Hingga Juli 2023 ini, jumlahnya mencapai 1.500 perkara. Perkara ekonomi masih menjadi penyebab utama terjadinya perceraian.
“Dari sisi jumlah 6 bulan terakhir ini, memang angka perceraian di Bojonegoro sudah menurun. Tahun 2022 dulu 1.580, sementara sekarang ini tinggal 1.500,” kata Panitera Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Bojonegoro, Sholikin Jamik, Minggu (9/7/2023).
“Tetapi penurunan itu masih cukup mencengangkan dan belum signifikan. Setengah tahun saja sudah segitu. Akhir tahun tentu berpotensi lebih banyak,” tambah ia.
Menurutnya, tingginya angka perceraian ini tentunya menjadi keprihatinan bersama, terutama para pengambil kebijakan di Bojonegoro.
“Hal ini tentunya menjadi keprihatinan bersama, terutama para pengambil kebijakan di Bojonegoro. Perlu diketahui bahwa kantong-kantong perceraian tersebut kebanyak didominasi daerah-daerah yang tingkat kemiskinan ekstrimnya tinggi,” katanya.
Disebutkannya, daerah-daerah tersebut diantaranya seperti Kecamatan Kedungadem, Tambakrejo, Ngasem, Dander, Temayang.
“Setiap kecamatan yang tingkat kemiskinan maupun kebodohannya tinggi, begitupula tingkat p penganggurannya banyak, disitulah sumber konflik dari keluarga,” kata Sholikin Jamik
Makanya, lanjut dia, sebagaian besar penyebab perceraian dilatarbelakangi ihwal ekonomi.
“Rata-rata yang bercerai itu pendidikannya rendah. Rata-rata kemampuan bertahannya keluarga hanya sekitar 7 tahun dan masih punya anak satu. Kebanyakan diantaranya masih ikut mertua dan belum punya rumah sendiri. Begitupula pekerjaannya juga tidak pasti,” katanya
“Karena pendidikannya rendah, sehingga mengakibatkan kemampuan bersaingnya juga sangat rendah, sehingga amat rentan mengakibatkan terjadinya perceraian,” kata Sholikin Jamik.
Pihaknya mengimbau kepada para penguasa di Bojonegoro, agar penanganan permasalahan kemiskinan dan kebodohan harus menjadi perhatian serius.
“Di Bojonegoro ini, pencegahannya haruslah menjawab tentang kemiskinan dan kebodohan. Selama itu belum terjawab, maka angka perceraian di Bojonegoro masih akan cukup besar. Ini adalah hukum kausalitas sebab akibat. Persoalan perceraian merupakan sebuah akibat, bukanlah karena sebab,” kata Sholikin Jamik.
Oleh : M. Zainuddin