Rabu, November 26, 2025
spot_img

Wartawan dan Kontraktor di Persimpangan Integritas Pembangunan

Oleh: Redaksi Lingkaralam.com

Ketika berbicara tentang pembangunan, perhatian publik biasanya tertuju pada hasil akhir. Jalan yang mulus, jembatan yang berdiri, atau fasilitas umum yang akhirnya dapat digunakan masyarakat. Namun ada proses panjang di balik itu semua, yang sering kali luput dari sorotan. Di titik inilah dua aktor memiliki peran penting wartawan dan kontraktor.

Sayangnya, relasi keduanya tidak selalu berjalan dalam harmoni. Di lapangan, sering muncul ketegangan, saling curiga, hingga upaya menyembunyikan realitas yang sebenarnya. Padahal, pembangunan yang menggunakan uang publik wajib dibuka seluas-luasnya untuk diawasi.

Wartawan, bekerja demi kepentingan publik, justru dianggap sebagai “pengganggu” oleh pihak tertentu. Terutama ketika mereka mulai mengangkat persoalan kualitas pekerjaan, dugaan penyimpangan metode, atau ketidaksesuaian dengan spesifikasi kontrak.

Padahal fungsi wartawan bukan untuk mencari-cari kesalahan, melainkan memastikan tak ada yang ditutup-tutupi. Wartawan menjadi penyambung suara rakyat yang tidak bisa langsung masuk ke lokasi proyek, menagih transparansi, dan mempertanyakan kejanggalan yang tercium sejak awal.

Jika sebuah proyek benar, kenapa harus alergi dikonfirmasi? Jika tidak ada pelanggaran, untuk apa menutup akses informasi?.

Pertanyaan-pertanyaan ini seharusnya menjadi refleksi bagi pihak yang merasa terancam dengan kehadiran wartawan di lapangan.

Kontraktor memegang kendali penuh atas pelaksanaan teknis. Merekalah yang mengatur pekerja, memilih material, menentukan metode pelaksanaan, hingga memastikan mutu hasil akhir.

Namun tidak bisa dipungkiri. Sebagian kontraktor yang bekerja tidak sepenuhnya sesuai standar. Ada yang mengurangi volume, memaksakan pengecoran di tengah hujan, memakai material sisa, hingga membiarkan proyek berjalan tanpa pengawasan konsultan yang memadai.

Ketika temuan seperti ini dilaporkan media, sebagian pihak justru sibuk “meredam pemberitaan” ketimbang memperbaiki kualitas pekerjaan. Transparansi bukan ancaman. Ketertutupan justru mengundang pertanyaan baru bagi publik.

Kontraktor profesional seharusnya menyambut wartawan sebagai mitra kontrol sosial, bukan lawan. Karena pada akhirnya, publik hanya meminta satu hal yaitu hasil pekerjaan yang benar.

Dinamika ini telah menjadi pola yang berulang. Wartawan ingin membuka fakta, sementara kontraktor ingin menutup kekurangan. Konflik pun tak terhindarkan.

Namun publik harus tahu, wartawan tidak bekerja untuk kepentingan pribadi. Mereka bekerja untuk memastikan uang rakyat kembali kepada rakyat, bukan hilang dalam praktik yang tidak transparan.

Sementara kontraktor yang bergerak dalam proyek pemerintah, harusnya menyadari bahwa pekerjaan mereka berada di bawah sorotan. Mereka tidak hanya dituntut menyelesaikan proyek, tetapi juga bertanggung jawab atas kualitas dan keselamatan.

Pembangunan proses panjang yang menyangkut integritas. Proyek yang dibangun dengan kualitas buruk tidak hanya merugikan keuangan daerah, tetapi juga membahayakan masyarakat. Jalan cepat rusak, beton cepat retak, atau drainase tidak berfungsi, semua ini kembali kepada publik sebagai korban.

Keduanya bisa berjalan berdampingan, selama ada kesadaran bahwa pembangunan bukan ruang gelap yang kebal dari kritik. Kami sebagai media, meyakini bahwa pemberitaan kritis bukan ancaman, melainkan vitamin bagi pembangunan.

Kontraktor yang bekerja benar tidak perlu takut, pemerintah yang mengawasi tidak perlu panik, dan publik tidak perlu ragu untuk bersuara.

Lingkaralam.com akan selalu berada di sisi keterbukaan. Karena transparansi bukan sesuatu yang bisa dinegosiasikam itulah hak masyarakat.

Baca juga

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Terkini

error: Konten diproteksi!