Tuban, Lingkaralam.com – Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PUPR-PRKP) Tuban yang terlibat dalam pengerjaan proyek negara memiliki tugas dan fungsi mengawal pengerjaan proyek dapat selesai dengan baik sesuai perencanaan dan tidak bermasalah.
Pengawas DPU Tuban menjadi salah satu poin prioritas keberhasilan sebuah proyek. Namun kinerja DPU dan konsultan pengawas juga bisa menjadi faktor penyebab terjadinya proyek bermasalah. Baik itu potensi permasalahan hukum maupun temuan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga negara yang bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945.
Namun begitu, dalam implementasinya, proyek PBJ bersifat Collective Colligial, karena penerapan sistem kinerja yang telah diatur dalam kaidah hukum. dengan indikator sasaran program keberhasilan menjadi prioritas dengan kedudukan aturan sebagai landasan utama.
Tanggungjawab semua komponen yang terlibat dalam kegiatan PBJ telah diatur dalam kontrak yang berlandaskan Undang-undang. Pengguna jasa atau dalam hal ini pemerintah yang diwakili oleh PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) maupun penyedia jasa, diantaranya kontraktor maupun konsultan mempunyai tanggungjawab penuh terhadap semua yang termaktub dalam kontrak.
Namun dalam implementasinya, fungsi DPU dan konsultan pengawas banyak yang keluar dari khittah kontrak kerja yang disepakati. Tragis memang, namun itulah fenomena sebenarnya di lapangan.
Kontrak kerja yang sejatinya adalah kitab suci dalam pelaksanaan PBJ, seolah belum cukup menjadi kesadaran bagi unsur penyedia maupun pengguna jasa dalam implementasi pelaksanaan PBJ. Padahal kita tahu, kontrak kerja mengatur semua rangkaian pelaksanaan proyek negara yang berlandaskan Undang-undang sebagai hukum tertinggi negara.
Memanipulasi intensitas waktu pelaksanaan, memanipulasi laporan harian, mingguan maupun bulanan, serta progres tahapan administrasi pelaksanaan dengan implementasi pelaksanaan yang sesungguhnya adalah pengingkaran terhadap kontrak kerja yang telah disepakati bersama.
Abstraksinya, dinas terkait dan konsultan pengawas harusnya intensif melaksanakan pengawasan pekerjaan di lapangan, sehingga tetap terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana kerja dan syarat maupun spesifikasi teknis pelaksanaan pekerjaan. Selain itu, diantara kewenangan mereka diantaranya meneliti kebenaran atau membandingkan laporan progres pekerjaan yang di klaim oleh pelaksana pekerjaan, bukan malah sebaliknya bermufakat untuk memanipulasi antara pelaksanaan dengan tahapan administrasi.
Memanipulasi spesifikasi di lapangan adalah bentuk korupsi yang kurang disadari berbagai pihak. Selain tentunya sebuah pengingkaran terhadap perjanjian kontrak kerja yang telah disepakati semua pihak yang berlandaskan Undang-undang.
Lalu, siapa yang bertanggung secara penuh ihwal relasi sebab akibat hingga terjadinya kerugian negara ini?
Dalam realisasi kegiatan peningkatan jalan di wilayah Kecamatan Soko Kabupaten Tuban, produk Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PUPR-PRKP) Tuban, tidak dilaksanakan sesuai dalam dokumen kerja yang termaktub dalam kontrak.
Informasi yang didapat tim LAÂ (Lingkaralam.com), diduga salah satu oknum pengawas dari dinas terkait ikut serta dalam pengadaan barang dan jasa (PBJ) seperti pengadaan matrial. Insya Allah di episode mendatang redaksi Lingkaralam.com akan mencoba mengeksplorasi lebih eksplisit.(Bersambung).