Bojonegoro, Lingkaralam.com – Proyek peningkatan jalan rigid beton di Desa Trenggulunan, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Bojonegoro, kembali menjadi sorotan publik. Pekerjaan yang bersumber dari anggaran Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) Tahun Anggaran 2025 itu diduga tidak sepenuhnya dilaksanakan sesuai dengan spesifikasi teknis yang telah ditetapkan.
Berdasarkan hasil penelusuran lapangan serta keterangan sejumlah pihak, ditemukan indikasi bahwa beberapa tahapan dasar pekerjaan konstruksi tidak dilakukan sebagaimana standar dalam pembangunan jalan rigid beton.
Dalam metode konstruksi jalan beton, pekerjaan umumnya meliputi penataan dan pengurukan agregat, pemadatan berlapis, pemasangan Lapisan Pondasi Atas (LPA), pengecoran lantai kerja, hingga penggalian struktur pendukung menggunakan mesin auger. Namun, di lokasi proyek Desa Trenggulunan, kondisi di lapangan dinilai menyimpang dari tahapan tersebut.
Lapisan urugan atau agregat dasar terlihat sangat tipis dan tidak mencerminkan ketebalan yang lazim tercantum dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB). Selain itu, mutu serta kepadatan LPA diduga tidak memenuhi kriteria teknis sebagaimana diatur dalam petunjuk teknis konstruksi jalan beton.
Sejumlah warga sekitar lokasi proyek mengungkapkan bahwa proses pemadatan tidak dilakukan secara optimal.
“LPA-nya terlihat lembek dan tidak dipadatkan berulang. Kalau seperti ini, kekuatan jalan beton ke depan bisa bermasalah,” ujar salah satu warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Tak hanya soal material, metode pelaksanaan pekerjaan juga dinilai tidak sepenuhnya mengikuti prosedur konstruksi yang lazim. Kondisi tersebut berpotensi menurunkan umur teknis jalan, meningkatkan risiko retak dini, serta memicu kerusakan struktural dalam jangka pendek.
Seorang pengamat konstruksi lokal menegaskan bahwa kualitas pondasi menjadi faktor krusial dalam pekerjaan jalan rigid beton.
“Rigid beton itu bukan sekadar pengecoran. Pondasi harus benar-benar sesuai standar. Jika dasar jalan bermasalah, umur teknisnya bisa turun drastis,” jelasnya.
Selain persoalan teknis, warga juga menyoroti minimnya pengawasan di lapangan. Mereka berharap adanya pengawasan dan pendampingan yang lebih aktif dari Pemerintah Kabupaten Bojonegoro maupun Kejaksaan Negeri Bojonegoro, mengingat proyek tersebut menggunakan dana publik.
“Pembangunan ini untuk kepentingan masyarakat. Pengawasan harus ketat supaya kualitas tidak dikorbankan,” kata warga lainnya.
Proyek BKKD tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat desa. Oleh karena itu, berbagai pihak menilai pengawasan intensif menjadi hal mutlak untuk memastikan pelaksanaan proyek berjalan sesuai ketentuan perundang-undangan dan spesifikasi teknis.
Pemantauan rutin, pendampingan teknis di lapangan, serta evaluasi berkala dinilai penting guna meminimalisir potensi penyimpangan dan memastikan mutu pembangunan.
“Dengan pengawasan yang ketat, hasil pembangunan akan lebih berkualitas dan berkelanjutan,” ujar salah satu pihak.
Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro telah menegaskan bahwa pelaksanaan BKKD harus dilakukan secara akuntabel dan sesuai aturan. Dalam kegiatan bimbingan teknis (Bimtek) BKKD, Bupati Bojonegoro Setyo Wahono mengingatkan pemerintah desa agar mengutamakan mutu pembangunan serta mematuhi seluruh prosedur, termasuk dalam pengadaan sumber daya manusia dan pola swakelola.
Bupati juga menekankan pentingnya transparansi dan pengawasan guna mencegah potensi penyimpangan di desa penerima BKKD. Dalam pelaksanaan proyek BKKD, pendampingan dari Pemkab Bojonegoro dan Kejaksaan Negeri Bojonegoro turut dilakukan untuk memastikan akuntabilitas penggunaan anggaran di lapangan.
Oleh: M Zainuddin



