Bojonegoro, Lingkaralam.com — Pelaksanaan program Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) Bojonegoro 2025 di Desa Ngujung, Kecamatan Malo, mulai memantik sorotan.
Proyek peningkatan jalan rigid beton yang dikerjakan melalui skema padat karya desa itu diduga tidak mengikuti spesifikasi teknis sebagaimana tercantum dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Skema padat karya sejatinya dirancang untuk memberdayakan masyarakat sekaligus memastikan mutu pembangunan. Namun, di lapangan ditemukan indikasi pengurangan kualitas material, khususnya pada pekerjaan pembesian untuk fondasi jalan.
Berdasarkan penelusuran tim, pembesian strauss yang seharusnya memiliki kedalaman 1,5 meter justru ditemukan bervariasi antara 50 cm, 70 cm hingga maksimal 1 meter.
Temuan ini memicu dugaan kuat adanya pengurangan volume material demi menekan biaya.
Sumber internal yang enggan disebutkan namanya mengungkap praktik teknis yang diduga sengaja dilakukan. Lubang strauss terlebih dahulu diisi cor semen, kemudian besi ditarik ke atas, sehingga tampak seolah telah dipasang dengan benar.
“Kalau dilihat sekilas memang sesuai spesifikasi, tapi bagian bawahnya kosong. Itu bisa bikin jalan cepat retak kalau sudah dilalui kendaraan berat,” tuturnya.
Selain itu, penggalian strauss dilakukan secara manual tanpa mesin bor, padahal seharusnya menggunakan alat untuk menjamin presisi dan kedalaman lubang.
Selain persoalan pembesian, dugaan penyimpangan juga ditemukan pada lapisan pondasi agregat (LPA). RAB mensyaratkan ketebalan 15 cm, tetapi hasil pengukuran di beberapa titik menunjukkan LPA tampak jauh lebih tipis.LPA merupakan elemen vital dalam struktur beton.
Kekhawatiran warga pun mulai bermunculan. Sebagian masyarakat menilai proyek ini seharusnya menjadi sarana peningkatan ekonomi desa, bukan sekadar formalitas pembangunan.
“Kami menunggu jalan ini sejak lama. Jangan sampai baru beberapa bulan sudah rusak. Ini uang negara, bukan uang kecil,” ungkap salah seorang warga desa yang mengaku bernama Suyadi, Sabtu (6/12/2025).
Dirinya berharap pemerintah benar-benar mengawasi pengerjaan, terutama karena desa sering kali hanya menjadi pelaksana, sementara material dan aturan teknis sudah ditentukan dari atas.
“Yang kerja orang desa, tapi aturan dan anggarannya dari kabupaten. Mestinya diawasi ketat, biar tidak ada yang main-main,” ujar Supini, pedagang sayur yang sehari-hari melewati jalur tersebut.
Jika dugaan pengurangan spesifikasi tersebut benar, jalan rigid beton di Desa Kliteh berpotensi mengalami kerusakan dini, seperti retak rambut, patahan beton bahkan amblas. Kondisi ini tentu merugikan masyarakat dan berpotensi menimbulkan pemborosan anggaran negara dari program BKKD.
Bupati Bojonegoro Setyo Wahono sebelumnya mengingatkan bahwa seluruh desa penerima BKKD wajib melaksanakan pembangunan sesuai standar, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga mutu hasil pekerjaan.
“Patuhilah prosedur, termasuk pengadaan SDM dan swakelola agar ekonomi desa bergerak dan pembangunan berkualitas,” tegasnya saat membuka Bimtek BKKD, Senin (22/9/2025).
Setyo Wahono juga mengingatkan 320 desa penerima BKKD untuk bekerja secara transparan sebagai upaya mitigasi terhadap risiko penyimpangan dan potensi pelanggaran hukum.
Oleh M. Zainuddin



