Bojonegoro, Lingkaralam.com — Menjelang penghujung tahun anggaran 2025, proyek rekonstruksi Jalan Sumberagung–Ngelo senilai Rp18 miliar kembali menjadi sorotan. Dugaan penggunaan Strauss manual, padahal spesifikasi mewajibkan mesin bor mekanis, membuat publik bertanya, apakah proyek ini bisa selesai tepat waktu tanpa mengulang penyimpangan teknis yang sebelumnya banyak ditemukan Badan Periksa Keuangan (BPK).
Pantauan di lokasi proyek menunjukkan bahwa pekerjaan pondasi Strauss dilakukan dengan alat manual, bukan mesin bor Strauss. Cara ini memakan waktu jauh lebih lama dan tidak mampu menjamin ketepatan kedalaman sebagaimana dipersyaratkan dalam dokumen teknis.
Hingga akhir November, tidak terlihat adanya peralatan mekanis yang semestinya sudah beroperasi sejak tahapan awal proyek.
Dengan kalender anggaran yang semakin menipis, kekhawatiran publik menguat terkait kekhawatiran proyek ini akan dikebut secara tergesa-gesa demi mengejar serapan anggaran.
Pada pekerjaan rigid beton, percepatan tanpa kontrol bisa memicu ketebalan beton tidak tercapai, LPA tidak padat dan tidak sesuai ketentuan, curing tidak optimal serta potensi retak dini.
Pola ini sudah sering terjadi pada proyek-proyek yang dikejar target akhir tahun dan berdampak langsung pada kualitas konstruksi jangka panjang.
Kekhawatiran semakin relevan karena pada tahun anggaran 2024, BPK menemukan banyak penyimpangan teknis pada pekerjaan rigid beton di Bojonegoro, diantaranya terkait ketebalan rigid beton lebih tipis dari standar, sehingga menurunkan kekuatan struktur.
BPK juga menemukan banyak permasalahan terkait Ketebalan LPA (Lean Pavement Aggregate) kurang dari ketentuan kontrak, padahal lapisan ini adalah pondasi utama sebelum pengecoran beton.
Dampak temuan tersebut, sejumlah penyedia diwajibkan mengembalikan nilai kerugian negara. Dengan dugaan penggunaan Strauss manual pada proyek Sumberagung–Ngelo, publik khawatir kasus serupa berpotensi terulang.
Mobilisasi truk material dan alat berat justru memperburuk kondisi jalan desa yang menjadi akses utama masyarakat.
“Truk lewat tiap hari, jalan makin rusak sehingga kesulitan untuk lewat. Minimnya rekayasa lalu lintas dan tidak adanya upaya mitigasi membuat warga merasa kesulitan akses dan menimbulkan masalah,” keluh Purwanto warga sekitar, Senin (24/11/2025).
Sebagai leading sector, Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Penataan Ruang (DPUBMPR) Kabupaten Bojonegoro memiliki tanggung jawab penuh dalam memastikan proyek berjalan sesuai spesifikasi teknis. Mulai dari metode pengeboran, penggunaan alat khusus, ketebalan struktur, hingga dampak sosial di lapangan.
Namun, publik menilai fungsi pengawasan DPUBMPR belum menunjukkan ketegasan optimal, terutama dengan Indikasi dugaan penggunaan Strauss manual sejak awal tidak dihentikan dan belum ada langkah percepatan yang terukur menjelang akhir tahun, serta belum adanya penanganan terhadap keluhan warga terkait akses desa.
Ketiadaan klarifikasi resmi dari DPUBMPR dan pihak kontraktor semakin menguatkan persepsi bahwa pengawasan tidak berjalan sebagaimana mestinya, terutama pada proyek bernilai miliaran rupiah yang rawan penyimpangan teknis.
Tanpa transparansi, proyek rekonstruksi Sumberagung–Ngelo dikhawatirkan berakhir menjadi pengulangan persoalan lama dengan akhir cerita pekerjaan tidak sesuai spesifikasi, kualitas diragukan, dan potensi temuan audit kembali menghantui.
Oleh : M. Zainuddin.



