Bojonegoro, Lingkaralam.com – Polemik keberadaan batching plant berstandar dan fasilitas ilegal kembali mencuat seiring dugaan praktik konstruksi yang dinilai tidak sesuai ketentuan. Persoalan ini tidak hanya memicu persaingan usaha tidak sehat, tetapi juga berpotensi menurunkan kualitas infrastruktur serta berdampak pada keselamatan dan lingkungan.
Batching plant legal diwajibkan memiliki izin operasional dan lingkungan, menggunakan peralatan terkalibrasi, serta menerapkan standar mutu beton seperti SNI. Selain itu, fasilitas berstandar juga diawasi secara berkala dan menerapkan pengelolaan lingkungan yang ketat, sehingga mutu beton yang dihasilkan lebih terjamin meski dengan biaya operasional yang lebih tinggi.
Di Kabupaten Bojonegoro, LSM Ngulik Sura Tata Nusantara menyatakan turut melakukan pengawasan terhadap sejumlah proyek pembangunan, termasuk proyek Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) dan pekerjaan rigid beton yang dilaksanakan oleh Pemkab Bojonegoro.
Dari hasil pemantauan sepanjang tahun 2025, LSM menemukan dugaan penggunaan beton siap pakai (readymix) yang tidak diproduksi melalui batching plant berstandar, melainkan menggunakan metode batching plong.
Batching plong merupakan metode pencampuran beton yang dilakukan tanpa batching plant berstandar dan tanpa alat timbang. Komposisi semen, pasir, agregat, dan air ditakar secara perkiraan, sehingga mutu beton yang dihasilkan tidak terjamin dan berpotensi menurunkan kualitas konstruksi.
LSM Ngulik Sura Tata Nusantara
menilai metode batching plong tidak direkomendasikan dalam dunia konstruksi karena tidak dilengkapi sistem penimbangan.
“Batching plong tidak memiliki timbangan, sehingga takaran semen, pasir, agregat, dan air tidak bisa dipastikan. Akibatnya, mutu beton yang dihasilkan sangat kami ragukan,” ujar M.Setyo, Ketua LSM Ngulik Sura Tata Nusantara, Senin (29/12/2025).
Dirinya mencontohkan, beton mutu K-350 seharusnya memiliki komposisi terukur, seperti semen 425 kilogram, pasir 680 kilogram, dan agregat sekitar 1.020 kilogram per meter kubik. Tanpa sistem penimbangan yang akurat, spesifikasi tersebut dinilai sulit dipenuhi secara konsisten di lapangan.
Selain persoalan material, pihaknya juga menemukan dugaan pelanggaran dalam proses pelaksanaan pekerjaan beton.
“Kami melihat tidak adanya pemadatan beton menggunakan vibrator serta pengabaian proses curing. Padahal curing sangat penting pada masa setting beton untuk menjaga kelembapan dan kekuatan struktur,” tambahnya.
LSM Ngulik Sura Tata Nusantara menegaskan akan membawa seluruh permasalahan terkait polemik batching plant ke aparat penegak hukum dan kementerian terkait di tingkat pusat.
Langkah ini ditempuh karena pemerintah daerah dinilai tidak menunjukkan sikap tegas dan cenderung mengabaikan penegakan aturan yang berlandaskan perundang-undangan.
Menurut LSM Ngulik Sura Tata Nusantara pelaporan ke pusat diperlukan guna menjamin kualitas infrastruktur, menegakkan standar konstruksi, serta memberikan keadilan bagi pelaku usaha yang telah mematuhi seluruh ketentuan hukum dan teknis. Laporan tersebut akan dilengkapi dengan temuan lapangan dan kajian regulasi sebagai bagian dari kontrol sosial terhadap pembangunan di daerah.
Oleh: M Zainuddin




