Tuban, Lingkaralam.com — Sejumlah masyarakat dan kontraktor di Kabupaten Tuban mengeluhkan penggunaan material buis beton dalam proyek konstruksi bronjong yang dinilai tidak sesuai standar mutu. Keluhan ini muncul seiring dengan dugaan adanya arahan dari dinas teknis agar pelaksana proyek membeli material dari produsen home industri.
Hal ini jelas bertolak belakang dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2021 tentang perubahan atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018 mengenai Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Perpres tersebut menegaskan bahwa setiap pengadaan harus dilaksanakan secara efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel, tanpa adanya pengkondisian atau intervensi dari pihak manapun.
Selain itu, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPU PR PRKP) Tuban, diharapkan lebih selektif dalam menentukan sumber material agar seluruh komponen konstruksi benar-benar berstandar SNI, terutama untuk material yang bersentuhan langsung dengan air seperti buis beton.
Masyarakat menilai proyek pemerintah seharusnya bisa menjadi contoh penerapan kualitas yang baik, bukan justru menjadi sumber masalah baru.
“Ini proyek pemerintah, tapi pakai material yang jauh dari kualitas. Kami khawatir yang seperti ini akan jadi kebiasaan,” ujar Suparno, warga Kecamatan Parengan, Senin (3/11/2025).
Sementara itu, para kontraktor menegaskan bahwa mutu buis beton yang digunakan seharusnya minimal K-350, karena posisinya berada di bawah dan rawan terendam air.
“Kalau kualitas buis beton rendah, apalagi sebelum dipasang sudah retak, jelas akan memengaruhi kekuatan konstruksi. Kami khawatir proyek ini bernasib seperti L-Gutter di tahun lalu, banyak yang direhabilitasi karena perencanaan yang kurang profesional,” kata salah satu kontraktor pelaksana proyek di Tuban, Senin (3/11/2025).
Menurut informasi yang diterima media ini, buis beton tersebut diduga diproduksi atau dibeli dari home industry oleh salah seorang pegawai di dinas teknik. Kemudian buis beton tersebut didistribusikan ke proyek-proyek di Tuban.
Namun setelah ramai adanya pemberitaan terkait hal ini, oknum tersebut menyiasatinya dengan menggunakan nama salah satu pabrikan di Tuban, yakni CV Dafa Beton. Lebih fatalnya, di buis beton tersebut tertulis logo SNI, padahal CV Dafa Beton juga belum mempunyai sertifikat SNI untuk produk buis beton yang dikeluarkan GIS.
Dugaan praktik seperti ini dinilai menyalahi aturan dan berpotensi menurunkan kualitas hasil pekerjaan di lapangan.

Sebelumnya, LSM Ngulik Sura Tata Nusantara juga telah menyoroti dugaan pelanggaran penggunaan label Standar Nasional Indonesia (SNI) pada sejumlah proyek di Tuban.
Ketua LSM, M. Setyo, menyebut pihaknya menemukan buis beton berlabel SNI yang tidak terdaftar di Global Inspeksi Sertifikat (GIS), bahkan ada yang menggunakan sertifikat kedaluwarsa.
Menurut Setyo, praktik ini telah berlangsung sejak 2020 hingga 2024, dan menunjukkan lemahnya pengawasan dari instansi terkait. LSM Ngulik berencana melaporkan hasil temuannya tersebut ke Kejaksaan Agung dan KPK pada akhir tahun 2025.
Oleh: M. Zainuddin



