Tuban, Lingkaralam.com – Sebelumnya Bupati Tuban, Aditya Halindra Faridzky, memberikan instruksi tegas kepada semua pihak ihwal tambang ilegal di Tuban, termasuk aparat penegak hukum. Instruksi ini menggarisbawahi perlunya penindakan tegas terhadap aktivitas pertambangan tanpa izin, termasuk potensi penutupan paksa jika tidak ada izin yang sah.
Intruksi Bupati Tuban, ihwal penindakan tambang ilegal diabaikan. Jika Intruksi Bupati Tuban dilaksanakan, maka tambang ilegal di Desa Wadung Kecamatan Soko Kabupaten Tuban, wajib di tutup total,
Tambang ilegal di Tuban, seolah-olah tidak bisa tersentuh, diduga kuat mereka sudah melakukan melakukan kordinasi dengan APH sebelum oprasi, sehingga sulit ditertibkan. Para pelaku sendiri seolah tidak takut melakukan penambangan tanpa izin. Bahkan mereka melakukannya secara terang-terangan.
Pemerintah daerah, provinsi maupun elemen Aparat Penegak Hukum (APH) seolah tak berdaya menghadapi mafia tambang ilegal ini, meskipun illegal Mining sudah menjadi atensi Polri dan KPK.
Data yang di himpun media. Se-Kabupaten Tuban ada ratusan penambang ilegal yang sampai saat ini masih terus beroperasi, membentang dari Kecamatan Rengel hingga Bancar tanpa adanya penindakan apa pun.
Seperti diketahui, pada pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000.
Spesifikasinya di atas meliputi pertambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagaimana dimaksud Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1) atau ayat (5).
Termasuk juga setiap orang yang memiliki IUP pada tahap eksplorasi, tetapi melakukan kegiatan operasi produksi, dipidana dengan pidana penjara diatur dalam pasal 160.
Sementara untuk tarif Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen). Tarif Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C sebagaimana dimaksud ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Pajak galian golongan C merupakan salah satu bagian dari pajak kabupaten/ kota. Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Selanjutnya dasar pengenaan Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C adalah nilai jual hasil eksploitasi bahan galian golongan C. Nilai jual sebagaimana dimaksud dihitung dengan mengalikan volume/tonase hasil eksploitasi dengan nilai pasar atau harga standar masing-masing jenis bahan galian golongan C.(Bersambung).