Lingkaralam.com, Tuban – Banyak tower provider di Bojonegoro yang diduga belum berizin. Keberadaan tower provider yang belum berizin tentunya berpotensi membahayakan banyak pihak.
Beroperasinya tower tidak berizin ini, selain membuat pengaturan frekuensi menjadi tidak jelas, dikhawatirkan juga berpotensi membahayakan lingkungan sekitar jika tiba-tiba ambruk ataupun sejenisnya.
Hal ini mengingat proses pendirian tower yang belum berizin tidak bisa dipertanggungjawabkan secara teknis. Sehingga jika terjadi permasalahan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Selain itu, proses pendiriannya juga tidak melibatkan rekomendasi maupun tim pengawas khusus dari berbagai instansi terkait.
Syarat proses pendirian tower provider diantaranya seperti Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) sebagaimana amanat PP No. 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Begitupula rekomendasi tata ruang, konstruksi bangunan ataupun model bangunan.
Selain itu, pendirian tower harus mengacu pada zonasi. Begitupula jarak maupun titik koordinat dari masing-masing provider juga harus jelas sebagaimana ketentuan yang berlaku.
Pantauan media ini, ditemukan sekitar 5 menara provider di Bojonegoro yang hingga kini belum mengantongi izin. Namun tower-tower tersebut secara terang-terangan telah beroperasi meskipun belum berizin. Mereka seolah tidak takut sedikitpun akan adanya tindakan tegas dari Pemkab Bojonegoro.
Sebelumnya, Pj Bupati Bojonegoro Adriyanto memperingatkan provider tower untuk mentaati semua ketentuan aturan. Pemkab Bojonegoro akan melakukan tindakan tegas jika dalam proses pendiriannya melanggar aturan.
“Semua akan didasarkan pada ketentuan. Jika didapati terbukti melanggar aturan, pastinya akan ditindak, ” kata Pj Bupati Bojonegoro, Adriyanto saat itu.
Pemkab Bojonegoro juga telah mengeluarkan Perbup Bojonegoro nomor 40 tahun 2020 tentang mekanisme pembangunan dan penataan menara telekomunikasi.
Seperti diketahui, selama ini banyak pendirian tower telekomunikasi yang dibangun atau didirikan dulu. Padahal secara prosedur harusnya di mohonkan dulu segala legalitas pendiriannya baru dilakukan proses pembangunan.
Oleh : M. Zainuddin