Bojonegoro, Lingkaralam.com – Proyek pembangunan drainase U-Ditch di Desa Trucuk, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Bojonegoro, yang bersumber dari APBD Bojonegoro Tahun Anggaran 2025 dengan nilai anggaran mencapai Rp1.731.534.700, menuai sorotan tajam dari masyarakat. Proyek yang seharusnya menjadi solusi persoalan genangan air, justru dinilai sarat persoalan dan jauh dari standar kualitas pekerjaan.
Proyek di bawah tanggung jawab Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Cipta Karya (DPKPCK) Bojonegoro tersebut dikerjakan oleh CV Rendra Jaya. Namun pantauan di lapangan menunjukkan hasil pekerjaan yang dinilai amburadul. Sejumlah U-Ditch terlihat terpasang tidak sejajar, bengkok, bahkan ditemukan dalam kondisi pecah namun tetap dipaksakan terpasang.
Kondisi tersebut menimbulkan pertanyaan serius terkait fungsi pengawasan proyek. Publik mempertanyakan peran pengawas lapangan yang seharusnya memastikan pekerjaan sesuai spesifikasi teknis dan kontrak kerja.
“Kalau pengawasan berjalan, tidak mungkin U-Ditch yang sudah pecah masih dipasang. Ini bukan sekadar kesalahan teknis, tapi indikasi pembiaran,” ujar salah satu warga setempat.
Selain kualitas pemasangan, dugaan penggunaan material yang tidak memenuhi standar SNI dan ISO juga mencuat. Warga menilai, jika material cacat dapat lolos hingga tahap pemasangan, maka kualitas proyek patut diragukan sejak awal.
Ironisnya, di lokasi proyek juga tidak ditemukan papan informasi pekerjaan. Padahal papan proyek merupakan kewajiban sebagai bentuk transparansi penggunaan anggaran publik. Ketiadaan papan informasi ini dinilai melanggar prinsip keterbukaan informasi publik dan memperkuat dugaan lemahnya pengawasan.
Aspek keselamatan kerja pun luput dari perhatian. Sejumlah pekerja terlihat tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD). Kondisi ini dinilai membahayakan keselamatan tenaga kerja dan menunjukkan rendahnya kepatuhan kontraktor terhadap standar K3.
Kekecewaan warga pun mengemuka. Budi, salah satu warga Desa Trucuk, menyebut proyek tersebut dikerjakan asal-asalan.
“U-Ditch yang pecah tetap dipasang, jalurnya tidak lurus. Kalau seperti ini, jangan heran kalau drainase malah jadi sumber masalah baru,” tegasnya.
Warga khawatir, pemasangan yang tidak presisi justru berpotensi menyumbat aliran air dan memicu genangan di kemudian hari. Alih-alih menyelesaikan persoalan, proyek ini dikhawatirkan menjadi bom waktu bagi lingkungan sekitar.
Kondisi ini menyoroti lemahnya tata kelola proyek publik bernilai miliaran rupiah. Publik pun mempertanyakan, apakah persoalan ini murni kelalaian kontraktor, atau ada pembiaran dari pihak pengawas dan pemegang kewenangan anggaran.
Masyarakat mendesak Pemerintah Kabupaten Bojonegoro untuk tidak tinggal diam. Sidak lapangan, audit teknis terbuka, serta evaluasi menyeluruh terhadap kontrak kerja dinilai mendesak untuk dilakukan. Jika ditemukan pelanggaran, sanksi tegas hingga pemutusan kontrak harus diberlakukan sesuai aturan.
Jika proyek drainase di Desa Trucuk dibiarkan tanpa koreksi, publik menilai hal itu hanya akan memperkuat anggapan bahwa kualitas proyek bisa dinegosiasikan dan uang rakyat dapat dihabiskan tanpa pertanggungjawaban yang jelas.(Redaksi).



