Bojonegoro, Lingkaralam.com — Pengadaan Biaya Makanan dan Minuman Harian Pasien RSUD dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro Tahun Anggaran 2025 kini menjadi perhatian publik setelah muncul informasi bahwa paket yang bersumber dari dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) tersebut dimenangkan oleh rekanan lokal Bojonegoro yang selama ini lebih dikenal berbasis sektor konstruksi.
Fakta ini menimbulkan tanda tanya mengenai prosedur penunjukan penyedia, kesesuaian legalitas usaha, hingga dampaknya terhadap standar pelayanan gizi pasien.
Dalam dokumen perencanaan, pengadaan ini mencakup 17 item yang berkaitan langsung dengan kebutuhan nutrisi pasien, mulai dari makanan standar, makanan khusus untuk penyakit tertentu, makanan cair, menu diet anak, hingga formula pasien dengan kondisi kritis.
Karena sifatnya yang sangat teknis, penyedia layanan makanan pasien rumah sakit umumnya dituntut memiliki diantaranya, fasilitas dapur dan penyimpanan bahan pangan yang terverifikasi.tenaga ahli gizi terlatih, Sertifikasi Higiene Sanitasi Jasa Boga, serta pengalaman mengelola layanan konsumsi medis. Konteks teknis inilah yang membuat publik mempertanyakan dasar penetapan penyedia.
Dari informasi yang dihimpun Redaksi media ini, penyedia yang tercatat lebih sering mengerjakan proyek konstruksi fisik pemerintah daerah.
Publik mempertanyakan apakah Nomor Induk Berusaha (NIB) penyedia, memiliki KBLI yang relevan, seperti jasa boga, katering atau penyediaan makanan institusional, memiliki izin operasional yang sesuai untuk menangani konsumen rentan seperti pasien rumah sakit, serta memenuhi persyaratan OSS-RBA dan ketentuan LKPP untuk layanan makanan dalam katalog e-purchasing.
Kesesuaian KBLI dianggap fundamental karena menjadi dasar legalitas usaha dan batas kompetensi penyedia.
Selain soal KBLI, publik juga menyoroti apakah RSUD telah melakukan proses verifikasi yang biasanya diwajibkan sebelum penetapan penyedia, seperti pengecekan fisik dapur produksi, pemeriksaan fasilitas penyimpanan, ketersediaan tenaga ahli gizi bersertifikat, kepatuhan terhadap SOP higienitas, serta rekam jejak penyedia dalam layanan katering institusional.
Sumber internal di lingkungan pemerintahan daerah menyebutkan bahwa tahapan verifikasi penyedia oleh rumah sakit menjadi poin yang paling perlu dijelaskan secara transparan, mengingat penyedia berasal dari sektor usaha yang berbeda.
Beberapa warga masyarakat yang mengetahui isu ini meminta RSUD membuka prosedur penetapan penyedia secara terang.
“Ini bukan sekadar soal administrasi. Makanan pasien itu menyangkut keselamatan. Kalau penyedianya dari latar belakang konstruksi, tentu publik bertanya apakah benar fasilitas dan tenaga ahlinya sudah memenuhi standar,” ujar salah satu warga Bojonegoro yang juga mempunyai gelar S2 di bidang kesehatan ini.
Redaksi telah mengirimkan permintaan konfirmasi untuk menanyakan dasar penetapan penyedia dalam katalog e-purchasing, Kesesuaian KBLI dan izin operasional penyedia, Proses verifikasi kompetensi dan fasilitas produksi. Begitupula dokumen standar yang biasanya wajib tersedia, seperti sertifikat higiene dan SOP layanan gizi rumah sakit. Namun hingga berita ini diterbitkan, RSUD Sosodoro belum memberikan tanggapan apapun.
Sebagai layanan kesehatan publik, RSUD dituntut menjamin bahwa seluruh proses pengadaan dilakukan dengan prinsip akuntabel, sesuai regulasi dan mendukung keselamatan pasien.
Dengan nilai anggaran yang signifikan dan karakter pengadaan yang sensitif, publik berharap RSUD memberikan penjelasan menyeluruh agar tidak menimbulkan spekulasi di kemudian hari.
Apalagi, Bupati Bojonegoro Setyo Wahono dalam berbagai kesempatan seringkali menekankan pentingnya transparansi, kepatuhan terhadap regulasi, dan proses pengadaan barang-jasa yang akuntabel di seluruh OPD, termasuk unit BLUD.
Karena itu, publik menilai bahwa pengadaan makanan pasien RSUD Sosodoro senilai Rp 9,689 miliar ini perlu dijelaskan secara terbuka—mulai dari dasar penetapan penyedia, kesesuaian KBLI, hingga verifikasi kompetensi, agar selaras dengan komitmen pemerintah daerah terhadap tata kelola yang bersih dan profesional.
Oleh : M. Zainuddin



