Bojonegoro, Lingkaralam.com – Inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan Wakil Ketua Komisi D DPRD Bojonegoro terhadap proyek pembangunan saluran drainase bernilai miliaran rupiah, dinilai masyarakat hanya sebatas formalitas belaka.
Meski Komisi D telah turun langsung ke lapangan dan menemukan sejumlah persoalan terkait pelaksanaan proyek tersebut, hingga kini tak terlihat tindak lanjut yang jelas. Wajar jika publik menilai bahwa kinerja DPRD Bojonegoro sekadar pencitraan di depan media.
Dalam pemberitaan sebelumnya, DPRD Bojonegoro sempat menyoroti mutu proyek yang dinilai buruk. Mulai dari item rabat lantai kerja yang tidak dikerjakan sesuai spesifikasi teknis serta kualitas material yang patut dipertanyakan. Kala itu, sejumlah anggota dewan berbicara lantang mengenai ancaman sanksi, audit, serta tindakan tegas bagi pihak terkait. Namun, hingga kini, semua janji itu belum terbukti.
Komisi D ini hanya berani bicara di depan media, tapi ketika berhadapan dengan eksekutif. Mereka tak mampu mengatakan bahwa pelaksanaan tersebut tidak sesuai spesifikasi teknis kepada kontraktor nakal,” kritik Manan, pengamat kebijakan publik sekaligus mantan Ketua LSM PIPRB, Pekan lalu.
Menurut Manan, publik kini mulai ragu atas keseriusan sidak yang dilakukan oleh DPRD Bojonegoro. “Mana audit yang dijanjikan? Mana sanksinya? Atau jangan-jangan sidak ini hanya akal-akalan untuk menutupi sesuatu yang lebih besar? Rakyat butuh tindakan nyata, bukan sekadar ucapan manis di depan kamera,” tegasnya.
Hingga kini, Pemkab Bojonegoro belum mengeluarkan pengumuman resmi apa pun. Tak ada laporan audit yang dipublikasikan, tak ada perintah pengerjaan ulang, bahkan tak ada evaluasi terbuka atas pekerjaan tersebut. Kondisi ini memperlihatkan lemahnya daya tekan politik, tak berwibawa, dan mudah diabaikan oleh pihak eksekutif maupun rekanan.
Manan menambahkan, waktu terus berjalan sementara musim hujan kian mendekat. Drainase yang belum rampung dan dikerjakan asal-asalan berpotensi menimbulkan genangan air, kerusakan jalan, hingga banjir yang mengancam permukiman warga. Apabila itu terjadi, rakyatlah yang menjadi korban. Sementara uang pajak mereka lenyap untuk proyek gagal yang berumur pendek,” ujarnya.
Rakyat Bojonegoro, lanjutnya, mulai muak dengan perilaku wakil rakyat yang hanya tampil ketika ada drama, namun bungkam saat tanggung jawab menuntut tindakan nyata. Ketika proyek gagal dan kualitas infrastruktur anjlok, suara rakyat seolah tak lagi berarti di hadapan elite yang sibuk bersandiwara,” kritiknya.
Lebih jauh, Manan menyebut kegagalan Komisi D dalam mengawal proyek tersebut bukan hanya persoalan lemahnya pengawasan, tetapi juga potret rusaknya kultur politik lokal. Jabatan seolah hanya dijadikan panggung teater, bukan amanah rakyat. Mereka seperti penonton bayaran dalam sandiwara birokrasi,” ujarnya menegaskan.
Ia pun menutup dengan peringatan keras: Sudah saatnya publik membuka mata. Apakah para wakil rakyat benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat, atau politik yang mencari pencitraan di tengah kegagalan proyek?.
Jika DPRD Bojonegoro tidak segera berbenah, kepercayaan rakyat akan runtuh sepenuhnya. Dan ketika itu terjadi, yang tersisa hanyalah reputasi rusak dan catatan kelam tentang pengawasan yang gagal total. (Tim LA).



