Tuban, Lingkaralam.com — Gelombang sorotan publik terhadap dugaan penyalahgunaan wewenang dan pemalsuan label Standar Nasional Indonesia (SNI) oleh oknum di Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman (DPUPR PRKP) Kabupaten Tuban, kian menguat.
Setelah mencuatnya dugaan praktik manipulatif dalam penggunaan buis beton non-SNI, kini muncul indikasi adanya pola sistematis dalam pelaksanaan proyek-proyek infrastruktur daerah.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, sejumlah proyek infrastruktur yang bersumber dari APBD Kabupaten Tuban diduga menggunakan material dari home industry yang tidak bersertifikat SNI.
Ironisnya, produk tersebut diberi label seolah-olah berasal dari pabrikan resmi, sehingga menimbulkan potensi penyimpangan baik dari sisi kualitas maupun nilai kontrak pekerjaan.
Seorang pengamat kebijakan publik asal Tuban menilai, praktik seperti ini bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi juga dapat masuk kategori tindak pidana korupsi apabila terbukti menyebabkan kerugian negara.
“Pemalsuan label SNI dan pengondisian pemasok tertentu jelas merupakan bentuk penyalahgunaan jabatan. Jika melibatkan ASN, itu bisa dijerat pasal penyalahgunaan wewenang dan tindak pidana korupsi,” ujar dia yang juga seorang akademisi ini, Rabu (5/11/2025).
Ia menegaskan bahwa penggunaan material nonstandar dalam proyek pemerintah sangat berbahaya karena dapat mengancam keselamatan konstruksi, menurunkan mutu pekerjaan, dan merusak prinsip pengadaan yang akuntabel.
Dirinya berharap, agar aparat penegak hukum dan lembaga audit negara ikut turun tangan. Tujuannya bukan hanya mencari siapa yang salah, tapi juga memperbaiki sistem pengadaan agar lebih bersih dan transparan,” pungkasnya.
Sementara itu, LSM Ngulik Sura Tata Nusantara menyampaikan temuan yang lebih mengkhawatirkan. Ketua LSM, M. Setyo, mengungkapkan bahwa dari hasil pemantauan selama empat tahun terakhir (2020–2024), pihaknya menemukan banyak permasalahan terkait persoalan pemakaian material proyek yang tidak memiliki sertifikat SNI.
Ketua LSM, M. Setyo, mengungkapkan pihaknya telah mengantongi sejumlah bukti lapangan dan dokumen pendukung terkait pola pengondisian material proyek yang dilakukan sejak tahun 2020.
“Ini bukan kasus tunggal. Kami menemukan pola sistematis terkait keberadaan dugaan penggunaan material pabrikan yang tidak bersertifikat SNI,” katanya.
“Atas dasar itu, LSM Ngulik Sura Tata Nusantara berencana melaporkan temuan lengkapnya ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada akhir tahun 2025” kata M. Setyo.
Seiring dengan meningkatnya desakan publik, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tuban diharapkan untuk meningkatkan intensitas inspeksi mendadak (sidak) ke lapangan.
Sebagai lembaga pengawas, DPRD dinilai memiliki tanggung jawab moral dan politik untuk memastikan bahwa seluruh proyek berjalan sesuai ketentuan teknis dan hukum.
“DPRD jangan hanya menunggu laporan. Mereka harus turun langsung melihat kondisi di lapangan, apakah material yang digunakan benar-benar sesuai SNI dan apakah ada indikasi permainan dalam realisasi proyek,” kata salah seorang tokoh masyarakat asal Parengan yang enggan namanya dipublikasikan.
Menurutnya, keterlibatan aktif DPRD akan menjadi sinyal kuat bahwa pengawasan publik dan lembaga politik daerah berjalan seimbang.
“Kalau DPRD serius menjalankan fungsi pengawasannya, rakyat akan kembali percaya. Tapi kalau diam, berarti ikut membiarkan,” tambah ia.
Kasus dugaan penyalahgunaan label SNI dan pengondisian proyek ini kini menjadi perhatian luas. Publik berharap aparat penegak hukum, lembaga pemeriksa negara, dan DPRD maupun Nupati Tuban diharapkan segera bertindak untuk memastikan setiap proyek berjalan sesuai prinsip hukum, etika, dan integritas birokrasi.
Oleh M. Zainuddin



