Bojonegoro, Lingkaralam.com – Proyek Rekonstruksi Jalan Trucuk–Padang di Kecamatan Trucuk, Kabupaten Bojonegoro, menuai sorotan publik. Jalan yang dibangun dengan anggaran Rp7,3 miliar itu dilaporkan mengalami kerusakan parah meski belum lama selesai dikerjakan.
Pantauan di lokasi menunjukkan permukaan aspal pada ruas jalan penghubung cor beton tersebut dipenuhi retakan. Selain itu, sejumlah tambalan aspal terlihat mengelupas dan tidak rata. Kondisi ini dinilai membahayakan pengguna jalan, khususnya pengendara sepeda motor.
Berdasarkan dokumen pengadaan, proyek tersebut berada di bawah tanggung jawab Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga (DPU BM) Kabupaten Bojonegoro. Paket pekerjaan dimenangkan oleh CV Kertas Sejati, beralamat di Jalan Wonosari, Dusun Sendangkijing RT 10 RW 03, Desa Sambeng, Kecamatan Kasiman, Kabupaten Bojonegoro, dengan nilai kontrak sebesar Rp7.010.274.577,22. Anggaran proyek bersumber dari APBD Tahun 2025.
Namun, kondisi jalan di lapangan dinilai tidak sebanding dengan nilai anggaran yang dikeluarkan. Kerusakan terlihat di sejumlah titik ruas jalan dan tidak bersifat lokal.
Jenis kerusakan yang tampak antara lain retakan memanjang dan melintang, permukaan aspal yang terkelupas, serta kontur jalan yang tidak rata. Meski wilayah Bojonegoro sempat diguyur hujan dengan intensitas cukup tinggi, kondisi cuaca dinilai tidak dapat dijadikan alasan utama atas kerusakan tersebut.
Seorang konsultan konstruksi asal Bojonegoro yang kini bekerja di Surabaya, Agus, menilai bahwa secara teknis jalan yang dikerjakan sesuai standar seharusnya mampu bertahan terhadap beban lalu lintas maupun curah hujan.
“Jika konstruksi dan material sesuai spesifikasi, kendaraan sebesar apa pun tidak akan menyebabkan kerusakan separah ini. Keretakan justru mengindikasikan adanya persoalan pada struktur lapisan bawah jalan,” ujarnya.
Menurut Agus, kerusakan semacam ini umumnya disebabkan oleh lapisan pondasi yang tidak diperbaiki dengan baik, mutu campuran aspal yang rendah, atau proses pemadatan yang tidak optimal.
Kondisi tersebut dinilai bertentangan dengan tujuan pemeliharaan berkala jalan, yang seharusnya memperpanjang umur layanan serta mengatasi kerusakan struktural ringan hingga menengah.
Keluhan juga disampaikan warga setempat. Mereka mengaku khawatir melintasi jalan tersebut, terutama saat hujan.
“Baru diperbaiki tapi sudah rusak parah. Kalau hujan, lubangnya tidak kelihatan dan sangat berbahaya,” kata seorang warga.
Dengan nilai proyek mencapai miliaran rupiah, publik mempertanyakan ketebalan lapisan aspal, perbaikan lapisan pondasi, serta fungsi pengawasan pekerjaan di lapangan. Kerusakan yang terjadi memunculkan dugaan bahwa pekerjaan hanya bersifat tambal sulam tanpa menyentuh permasalahan struktur jalan secara menyeluruh.
Jika terbukti pekerjaan tidak sesuai spesifikasi teknis, proyek ini dinilai layak dievaluasi oleh aparat pengawasan internal pemerintah maupun lembaga pemeriksa eksternal.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa pembangunan infrastruktur tidak hanya soal penyerapan anggaran, tetapi juga menyangkut kualitas, keselamatan, dan kepentingan masyarakat luas.
Oleh: M Zainuddin




