Bojonegoro, Lingkaralam.com — Program Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) yang digadang-gadang menjadi instrumen percepatan pembangunan dan penguatan ekonomi desa di Kabupaten Bojonegoro kembali menuai sorotan. Kali ini, proyek pembangunan jalan rigid beton di Desa Tlogoagung, Kecamatan Baureno, disinyalir dikerjakan tidak sesuai spesifikasi teknis dan berpotensi menjadi pembangunan yang tidak berumur panjang.
Dalam konstruksi jalan rigid beton, terdapat tahapan teknis yang seharusnya dilaksanakan secara berurutan dan ketat. Mulai dari penataan dan pengurukan agregat, pemadatan berlapis, hingga pemasangan Lapisan Pondasi Atas (LPA) sebagai lantai kerja yang berfungsi menopang struktur beton di atasnya.
Namun, kecurigaan publik mencuat setelah warga mencermati langsung proses pengerjaan di lapangan. Sejumlah tahapan dinilai tidak memenuhi standar teknis, khususnya pada lapisan dasar atau lantai kerja yang menjadi elemen krusial dalam menjamin kekuatan dan daya tahan jalan beton.
Beberapa warga Desa Tlogoagung mengungkapkan kekhawatiran terhadap kualitas pekerjaan tersebut. Mereka menilai ketebalan lantai kerja terlalu tipis dan tidak proporsional sebagai penopang konstruksi rigid beton.
“Kami melihat lantai kerjanya sangat tipis, hanya sekitar tiga sentimeter. Lapisan agregatnya juga terlihat minim. Kalau tidak dievaluasi, kami khawatir jalan ini cepat rusak dan tidak bertahan lama,” ujar salah seorang warga kepada wartawan.
Menurut warga, kondisi tersebut berisiko menyebabkan beton mudah retak atau patah, terlebih saat dilalui kendaraan dengan muatan berat. Tipisnya lapisan dasar itu pun memunculkan dugaan adanya pengurangan spesifikasi teknis yang berpotensi mengarah pada penyimpangan pelaksanaan proyek.
Sementara itu, Kepala Desa Tlogoagung, Dewi Wulandari, saat dikonfirmasi justru menegaskan bahwa pihak desa penerima program BKKD dan tidak terlibat dalam perencanaan teknis. Kami hanya menerima bantuan. Semua sudah diatur dari atas, mulai dari RAB sampai pendampingan. Itu dari Dinas PU,” kata Dewi.
Pernyataan tersebut justru memperbesar tanda tanya di tengah masyarakat. Jika benar perencanaan dan pendampingan dilakukan oleh instansi teknis pemerintah daerah, warga mempertanyakan bagaimana pekerjaan fisik dengan ketebalan lantai kerja yang secara kasat mata dinilai tidak memadai bisa lolos tanpa adanya koreksi atau perbaikan.
Warga pun mendesak agar pengawasan proyek BKKD diperketat dan dilakukan evaluasi teknis secara transparan. Mereka berharap program yang menggunakan anggaran publik tersebut tidak menjadi ajang penyimpangan, melainkan benar-benar menghasilkan infrastruktur desa yang berkualitas, aman, dan berkelanjutan.
Oleh: M Zainuddin



