Rabu, November 26, 2025
spot_img

Regulasi Diabaikan? Publik Desak PUPR Blora Buka Suara Soal Legalitas Material Non-SNI

Blora, Lingkaralam.com — Polemik dugaan penggunaan buis beton non-SNI dalam proyek talud drainase ruas Ngraho–Ketuwan memasuki fase krusial. Setelah Bupati Blora menyatakan persoalan teknis sepenuhnya menjadi ranah Dinas PUPR.

Sorotan publik kini mengarah pada satu isu fundamental: apakah penggunaan material non-SNI dalam proyek APBD masih diperbolehkan secara regulatif?

Hingga hari ini, Plt Kepala Dinas Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupetan Blora, Nidzamudin Al Hudda, yang menjadi pihak paling berwenang memberikan klarifikasi hukum, belum menyampaikan penjelasan lanjutan meski desakan publik terus meningkat.

Situasi ini menimbulkan tanda tanya besar, terlebih sejumlah regulasi sebenarnya sangat tegas mengatur kewajiban penggunaan material berstandar SNI pada pekerjaan konstruksi pemerintah.

Sejumlah aturan perundang-undangan secara eksplisit menyebutkan bahwa material konstruksi yang dipakai dalam proyek pemerintah wajib berstandar SNI, di antaranya :

1. UU No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian
Seluruh produk yang digunakan dalam kegiatan pemerintah harus memiliki sertifikat SNI yang sah, terdaftar, dan dapat diverifikasi.
2. PP No. 34 Tahun 2018
Produk yang mengklaim SNI tanpa sertifikasi resmi dapat dikategorikan melanggar hukum, dengan ancaman sanksi administratif hingga pidana.
3. Permen PUPR No. 27 Tahun 2018
Mengatur kewajiban pengendalian mutu oleh Dinas PUPR, termasuk memastikan seluruh material yang dipasang telah lulus penilaian kesesuaian standar.
4. Perpres No. 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Penyedia wajib memenuhi semua spesifikasi kontrak, termasuk keabsahan SNI. Pelanggaran spek dapat berimplikasi pada pemutusan kontrak, denda, hingga blacklist.

Dengan payung hukum seketat ini, penggunaan buis beton dari home industry tanpa sertifikat SNI yang valid dipandang publik sebagai indikasi kuat adanya potensi pelanggaran administratif maupun kontraktual.

Seorang pemerhati konstruksi mengingatkan, bahwa polemik penggunaan buis beton tanpa standar yang jelas ini berpotensi merembet menjadi persoalan keuangan daerah. Hal itu karena standar material pada proyek pemerintah merupakan salah satu objek pemeriksaan utama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Menurutnya, penggunaan material yang tidak sesuai spesifikasi atau tidak memiliki pembuktian standar resmi sangat berpotensi menjadi temuan BPK, khususnya terkait aspek ketidaksesuaian pekerjaan dengan kontrak dan potensi kerugian negara.

“Jika buis beton yang dipakai kualitasnya lebih rendah daripada spesifikasi dalam RAB atau tidak memenuhi SNI sebagaimana diwajibkan Permen PUPR, BPK biasanya menghitungnya sebagai kekurangan mutu,” jelasnya, Rabu (26/11/2025).

Mekanismenya, lanjut ia, sederhana, negara membayar material standar tertentu, tetapi yang dipasang material dengan mutu di bawah standar. Selisih nilai itu dapat dikategorikan sebagai kelebihan bayar.

“Prinsip BPK adalah value for money. Kalau negara membayar standar SNI, tetapi yang diterima bukan SNI, maka secara otomatis tim audit akan meminta klarifikasi dan menghitung selisih kerugian,” katanya.

“Dalam kasus tertentu, penyedia bisa diwajibkan mengembalikan kelebihan bayar,” tambahnya.

Ia juga menegaskan bahwa pemeriksaan BPK tidak hanya melihat mutu material, tetapi juga ketidakpatuhan retermasu.

Namun menurut ia, Dinas teknis harus dapat menunjukkan dasar regulasi yang memperbolehkan penggunaan material tanpa sertifikat standar.

“Dalam kasus semacam ini, klarifikasi dari Dinas PUPR sangat penting. Diamnya pejabat teknis justru membuat ruang interpretasi publik semakin luas,” ujarnya.

Ia menyebitkan, bahwa pemeriksaan BPK selalu berangkat dari dua titik: kepatuhan regulasi dan kesesuaian realisasi dengan dokumen kontrak. Jika dua titik ini tidak terpenuhi, potensi temuan sangat mungkin muncul.

Dengan belum adanya keterangan resmi dari Plt Kepala Dinas PUPR Blora mengenai dasar regulasi penggunaan buis beton tersebut, publik menilai bahwa persoalan ini tidak hanya menyangkut aspek teknis, tetapi juga dapat berimplikasi pada pertanggungjawaban keuangan daerah.

Oleh M. Zainuddin

Baca juga

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Terkini

error: Konten diproteksi!