Berita Investigasi
Blora, Lingkaralam.com — Di tengah mencuatnya dugaan penggunaan buis beton tanpa sertifikat SNI yang sah dalam proyek pembangunan talud drainase ruas Ngraho–Ketuwan, publik kini menyoroti aspek kepatuhan hukum yang wajib dipenuhi oleh Dinas PUPR Blora.
Regulasi utama seperti :
* UU 20/2014 tentang Standardisasi.
* UU 2/2017 tentang Jasa Konstruksi.
* Perpres 12/2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
secara tegas mewajibkan bahwa setiap material konstruksi dalam proyek pemerintah harus memenuhi SNI yang valid dan terverifikasi.
Kewajiban ini menjadikan Dinas PUPR sebagai pihak yang berkewajiban memberikan penjelasan resmi atas dugaan penggunaan material non-SNI.
Dorongan agar PUPR angkat suara menguat setelah sejumlah pemerhati konstruksi menemukan indikasi bahwa buis beton yang dipasang di lapangan berasal dari home industry dan tidak tercatat dalam sistem sertifikasi seperti Global Inspection System (GIS).
Bila benar demikian, maka penggunaan material tersebut berpotensi melanggar spesifikasi teknis kontrak, kewajiban kepatuhan standar, bahkan dapat masuk kategori pelanggaran administratif maupun pidana apabila terbukti menimbulkan kerugian negara.
Sebelumnya, Plt Kepala Dinas PUPR Blora, Nidzamudin Al Hudda, ST, mengakui bahwa material buis beton memang dipasok oleh home industry atas asas pemberdayaan.
Namun publik menilai pengakuan itu tidak menjawab aspek regulatif :
apakah material tanpa sertifikat SNI diperbolehkan digunakan dalam proyek yang didanai APBD.
Bupati Blora, Arief Rohman, saat dikonfirmasi, memberikan jawaban senada dengan pernyataan Plt Kadis.
“Penggunaan buis beton hanya untuk casing pondasi sumuran, supaya tidak runtuh dan memastikan dimensi sumuran sama dari atas sampai bawah. Buis beton tidak masuk dalam struktur pondasi,” jelas Bupati melalui pesan singkat, Senin (10/11/2025).
Namun ketika ditanya lebih jauh mengenai apakah proyek pemerintah boleh menggunakan material non-SNI dan apa dasar hukumnya, Bupati memilih tidak menjawab langsung.
“Itu meneruskan WA dari Pak Huda (Plt Kepala Dinas PU). Untuk hal teknis coba komunikasi dengan beliau saja,” tulisnya.
Merespons arahan tersebut, media ini kembali meminta klarifikasi langsung kepada Plt Kepala Dinas PUPR Blora terkait dasar hukum penggunaan material tanpa SNI. Namun hingga berita ini diturunkan, Huda belum memberikan jawaban lanjutan.
Tanggung Jawab Teknis dan Regulatif
Diamnya Dinas PUPR dalam isu ini memicu kritik keras dari pemerhati konstruksi dan akademisi. Menurut mereka, Dinas PUPR adalah pejabat teknis tertinggi yang bertanggung jawab atas perencanaan, pengawasan, dan kepatuhan setiap pekerjaan konstruksi terhadap standar nasional.
“Jika dalam RAB tidak dicantumkan kewajiban SNI, itu menunjukkan kelemahan pada tahap perencanaan yang menjadi tanggung jawab dinas teknis. Tidak bisa berlindung di balik alasan pemberdayaan,” ujar seorang akademisi yang enggan dipublikasikan namanya, saat memberikan pandangannya melalui pesan Whatsapp, Minggu (17/11/2025).
Ia menyebutkan bahwa SNI wajib diterapkan untuk semua material konstruksi pada proyek pemerintah, baik yang masuk struktur maupun non-struktur.
Kewajiban SNI Bagi Semua Material Konstruksi Proyek Pemerintah Telah Diatur Jelas dalam :
* UU 20/2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian,
* PP 34/2018 tentang Sistem Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian,
* Permen PUPR 27/2018 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi.
“Kalau dinas teknis membiarkan material non-SNI digunakan, itu dapat berimplikasi pada kualitas pekerjaan dan akuntabilitas anggaran. Apalagi proyek ini bersumber dari APBD,” tegasnya.
Ia juga menilai bahwa tanggung jawab terbesar kini berada di tangan Plt Kepala Dinas PUPR Blora.
“Bupati sudah mengarahkan agar penjelasan teknis disampaikan oleh dinas. Maka Plt Kadis wajib memberi penjelasan terbuka, apakah memang ada dasar hukum yang memperbolehkan penggunaan material non-SNI. Jika tidak ada, itu jelas kelalaian administratif.” imbuh ia.
Potensi Pemeriksaan Inspektorat dan BPK
Pengamat tersebut juga menekankan bahwa pengawasan internal pemerintah daerah harus segera turun tangan.
“Inspektorat dan BPK bisa memeriksa aspek kepatuhan terhadap regulasi. Diamnya pejabat teknis justru memperkuat dugaan lemahnya pengawasan,” ujarnya.
Dengan belum adanya klarifikasi resmi dari Dinas PUPR, posisi Plt Kadis menjadi kunci untuk menentukan apakah penggunaan buis beton tanpa SNI dalam proyek drainase tersebut memiliki dasar regulatif yang sah atau justru merupakan pelanggaran administrasi dan teknis.
Penutup
Permasalahan ini kini menjadi trending pembahasan dan diskusi panas di berbagai platform sosial media masyarakat Blora. Warga menilai diamnya pejabat teknis justru memperkuat dugaan adanya ketidakberesan dalam pelaksanaan proyek, sehingga desakan terhadap Plt Kadis PUPR untuk memberikan penjelasan resmi berbasis regulasi semakin menguat.
Hingga klarifikasi hukum disampaikan secara terbuka, polemik dugaan penggunaan material non-SNI diprediksi akan terus bergulir dan memantik perhatian publik yang lebih luas.
Oleh M. Zainuddin



