Tuban, Lingkaralam.com — Polemik dugaan penyalahgunaan wewenang dan pemalsuan label Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam proyek-proyek infrastruktur di Kabupaten Tuban terus bergulir tanpa kejelasan.
Setelah muncul keresahan dari kalangan kontraktor, desakan akademisi, hingga sorotan publik terhadap kinerja
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPU PR PRKP) Tuban, DPRD, dan Inspektorat, kini muncul babak baru : ihwal ketidakpastian total akibat minimnya respons para pemegang kewenangan di daerah.
Hampir satu bulan sejak isu ini mencuat, belum satu pun lembaga lokal yang mengambil langkah tegas, baik klarifikasi, audit, sidak, maupun penyelidikan internal. Sikap diam ini semakin memperkuat dugaan publik bahwa ada persoalan struktural yang lebih dalam dari sekadar penggunaan material buis beton non-SNI.
Aksi Nyata Tak Kunjung Ada, Publik Mulai Melirik Lembaga di Atasnya
Ketidakmampuan lembaga daerah menunjukkan reaksi yang seharusnya justru mendorong munculnya harapan baru dari masyarakat agar ada intervensi lembaga di tingkat atas untuk mengeksplor permasalahan ini secara lebih menyeluruh.
Sejumlah pemerhati kebijakan publik menilai, ketika otoritas lokal tidak menggunakan kewenangannya, maka wajar jika perhatian publik beralih kepada institusi yang memiliki struktur dan kewenangan lebih tinggi.
“Jika di tingkat daerah tidak ada pergerakan, maka persoalan ini layak mendapat perhatian dari lembaga di atasnya. Ini bukan sekadar soal buis beton, tapi soal tata kelola pengadaan yang rawan dan perlu dibenahi,” ujar pemerhati kebijakan publik dan hukum asal Bojonegoro, Sabtu (15/11/2025).
Menurutnya, isu ini dapat dievaluasi oleh beberapa institusi seperti kementerian teknis, lembaga auditor eksternal, hingga aparat penegak hukum di tingkat provinsi atau pusat yang memiliki kewenangan lebih kuat.
Diharapkan Jadi Pelajaran Besar untuk Pengadaan Barang dan Jasa di Tuban
Kemandekan penanganan di tingkat daerah membuat persoalan ini dianggap berpotensi menjadi momentum penting untuk pembenahan menyeluruh.
Menurut pemerhati kebijakan publik dan hukum ini, jika masalah ini diusut oleh otoritas yang lebih tinggi, hasilnya bisa menjadi pembelajaran strategis bagi sirkulasi pengadaan barang dan jasa di Tuban.
“Permasalahan ini harus ditarik ke atas agar menjadi contoh nyata bagaimana pengadaan barang dan jasa harus diawasi. Selain mengusut dugaan penyimpangan, hasil penanganan nantinya juga dapat memperbaiki sistem dan mencegah pola serupa terulang,” tambah ia.
Pelajaran tersebut tidak hanya terkait legalitas material, tetapi juga mengenai kemampuan pemerintah daerah memastikan bahwa semua unsur pelaksana bekerja sesuai regulasi dan tidak ada penyalahgunaan jabatan yang dibiarkan tumbuh subur.
Stagnasi Penanganan Menambah Erosi Kepercayaan Publik
Hingga saat ini, Pemkab Tuban maupun Dinas PU PRKP belum memberikan klarifikasi publik. DPRD juga belum melaksanakan sidak atau hearing, sementara Inspektorat belum mengumumkan rencana audit apa pun.
Kondisi stagnan ini memperdalam erosi kepercayaan masyarakat terhadap institusi lokal yang seharusnya menjadi garda pengawasan dan akuntabilitas.
Dirinya menilai, ketika pejabat daerah memilih diam dalam persoalan krusial seperti dugaan pemalsuan label SNI, maka harapan untuk transparansi justru semakin tipis.
Dengan tidak adanya tindakan apa pun dari pihak berwenang di Tuban, masyarakat berharap agar persoalan ini menjadi atensi serius bagi otoritas di level yang lebih tinggi. Tujuannya agar kebenaran dapat terungkap dan tata kelola pengadaan barang dan jasa di Tuban dapat dibenahi secara komprehensif.
Sebelumnya LSM Ngulik Sura Tata Nusantara mengungkap dugaan pelanggaran serius dalam penggunaan label Standar Nasional Indonesia (SNI) pada sejumlah proyek infrastruktur di Kabupaten Tuban.
Berdasarkan hasil pemantauan, ditemukan adanya produk buis beton dan beberapa produk pabrikan lain yang tidak tercatat dalam Global Inspeksi Sertifikat (GIS) bahkan sebagian menggunakan sertifikat kedaluwarsa.
Ketua LSM, M. Setyo, menyebut praktik tersebut diduga berlangsung sejak 2020 hingga 2024, menunjukkan lemahnya pengawasan internal Pemkab Tuban. Sebagai langkah lanjut, LSM berencana melaporkan temuan ini ke Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Oleh M. Zainuddin



